Epos Ramayana
Sendratari Ramayana Prambanan menggunakan sumber cerita dari Serat Rama yaitu cerita Ramayana versi sastra Jawa Baru yang paling populer di kalangan masyarakat. Serat Rama merupakan gubahan Jasadipura I (1729-1802). Menurut Poerbatjaraka Serat Rama macapat merupakan kitab Jawa masa sekarang yang paling baik, namun Poerbatjaraka juga mengkritisi penulis Serat Rama yang dianggap kurang menguasai bahasa Jawa Kuno sehingga sering bagian-bagian yang tidak dipahami dihilangkan dan diganti.Serat Rama berbeda dengan Ramayana versi Walmiki yang dianggap sebagai versi orisinal dari Ramayana. Serat Rama bersumber atau gubahan dari naskah Ramayana tertua di Indonesia yaitu Ramayana Kakawin, yang ditulis dalam bahasa Jawa Kuno dalam bentuk syair yang dilagukan (kakawin). Ramayana Kakawin tidak bersumber kepada Ramayana Walmiki melainkan Ravanavadha karangan Bhatti dari India. Pada Ramayana Kakawin dan pada pementasan Sendratari Ramayana Prambanan tidak terdapat kitab atau kanda pertama, Balakanda dan ketujuh, Uttarakanda, sehingga cerita berakhir setelah Shinta melalui api unggun dan terbukti kesuciannya. Poerbatjaraka berpendapat bahwa Ramayana Kakawin dibuat sezaman atau setelah Candi Prambanan berdiri, karena dalam penulisan Ramayana Kakawin penulis membayangkan percandian Siwa berada di depan matanya. Oleh karena itu relief Ramayana di Candi Prambanan tidak bersumber pada Ramayana Kakawin, versi Ramayana Prambanan lebih mirip dengan Hikayat Sri Rama yang ditulis dalam bahasa Melayu. Serat Rama sendiri memiliki perbedaan dengan Ramayana Kakawin, Serat Rama diawali adegan istana dan asal-usul keluarga Rahwana, kisah keluarga Rahwana merupakan kutipan dari Kitab Arjuna Wijaya karya Empu Tantular. Relief cerita Ramayana di Candi Siwa dan Candi Brahma menceritakan mulai dari kelahiran Rama hingga penobatan Kusa, putra Rama sebagai raja di Ayodya. Relief Ramayana pada Candi Siwa terpahat pada 24 bidang dan 42 adegan, sedangkan pada Candi Brahma terpahat pada 21 bidang dan 30 adegan.
Karena berasal dari sumber yang berbeda, Sendratari Ramayana yang bersumber dari Serat Rama sedangkan relief Candi Prambanan yang diduga berasal dari Hikayat Sri Rama, pada pementasan terdapat perbedaan cerita terutama di bagian akhir kisah. Bagian akhir cerita pada pementasan Sendratari Ramayana Prambanan pun berbeda dengan Ramayana karya Walmiki, Sendratari Ramayana Prambanan berakhir dengan pertemuan kembali Rama dan Sita Sedangkan pada versi Walmiki, kitab ketujuh menceritakan rakyat Ayodhya masih meragukan kesucian Sita, Rama mengatakan bahwa Sita perlu membuktikan di mata rakyat dengan mengucapkan sumpah. Akhirnya Sita berkata “Demi tak sekalipun terlintas dalam hati saya gambaran laki-laki selain Rama, semoga Dewi Pertiwi mau membukakan pengakuannya dan menelan saya. Demi saya telah mengucapkan kata yang benar di sini, dan belum pernah mengakui suami selain Rama, semoga Dewi Pertiwi membukakan pengakuannya dan menelan saya”, setelah itu bumi terbelah dan muncul Dewi Pertiwi yang memeluk Sita dan membawanya masuk ke dalam bumi. Usaha Rama sia-sia memohon agar Sita dikembalikan, akhirnya Rama menyerahkan takhtanya sebagai raja Ayodhya kepada Kusa dan Lawa, lalu kembali ke khayangan menjadi Dewa Wisnu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar